Senin, 11 Februari 2019

Saya, Cita-Cita, dan Secercah Harapan

Terlahir dari keluarga yang sederhana membuat saya terbiasa dengan kondisi-kondisi yang tidak terduga. Semua pada awalnya terasa baik-baik saja, sampai saat Papa sakit semuanya menjadi terasa lebih berat, beberapa kali saya terancam putus sekolah. Namun, untuk masalah pendidikan orangtua saya akan berusaha sekuat mungkin untuk menjamin pendidikan anaknya. Saya merupakan anak sulung dari Mama dan Papa, namun sebelum menikah keduanya telah mempunyai masing-masing satu anak. Dengan kondisi keluarga saya saat ini, bagi Mama dan Papa saya adalah satu-satunya harapan yang mereka miliki, karena kedua kakak saya masing-masing sudah menikah dan sibuk mengurusi keluarganya sendiri, sementara kedua adik saya masih sangat kecil. Sejak saya masih di bangku Madrasah Tsanawiyah Mama dan Papa yang hanya lulusan SMA sering kali berkata : “Nak, maaf kami tidak bisa membekalimu banyak harta, namun kami akan berusaha agar dapat membekalimu ilmu yang banyak.” Satu hal lagi yang mereka katakatan dan selalu saya ingat “Nak, harta benda itu bila berjumlah banyak akan memberatkanmu, tetapi ilmu itu tidak.”. Faktanya memang benar, selama ini fasilitas yang saya dapatkan dari orangtua saya tidak pernah semewah yang teman-teman saya dapatkan. Namun, tekad mereka dalam memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya sangatlah kuat. Sejak saat itulah saya menjadi orang yang menaruh pendidikan di prioritas utama setelah keluarga. Itu juga menjadi salah satu alasan saya bercita-cita ingin menjadi dosen. 

Berkaca dari kehidupan pribadi saya dan orang-orang sekitar, bagi saya pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kesejahteraan hidup seseorang, bahkan suatu bangsa. Demi menyelesaikan sebuah misi mencerdaskan kehidupan bangsa, selain ingin menjadi dosen saya juga bercita-cita ingin membangun sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang sosial pendidikan. Dimana yayasan tersebut berbentuk sekolah gratis yang akan menjamin pendidikan serta kehidupan sehari-hari mereka yang ingin namun tidak mampu menyentuh pendidikan formal.
Saya sadar bahwa dalam mencapai kedua hal tersebut tidaklah mudah. Suatu hasil yang baik tidak didapatkan dengan cara tidur, malas, dan mengeluh. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan usaha serta tekad yang kuat. Usaha yang telah saya lakukan yaitu dintaranya menjadi warga negara yang baik, hamba yang ta’at, belajar dengan sungguh-sungguh, ikut andil dalam kegiatan-kegiatan sosial, serta berani mengambil peran mulai dari ranah organisasi hingga kegiatan perlombaan yang melahirkan sebuah gelar juara, selain itu saya juga menjadi tim pengajar tahsin dan bahasa Arab lembaga pendidikan Qashwa Bandung. Menurut saya dalam upaya mencapai kedua hal yang saya cita-citakan tersebut, menjadi pemimpin bagi diri sendiri tidaklah cukup. Untuk itu dalam setiap kesempatan yang dapat saya ambil, aktif dan berperan penting dalam suatu organisasi atau kepanitiaan menjadi suatu training bagi diri saya sendiri dalam mempersiapkan masa depan yang saya inginkan. Menjadi pemimpin berarti menentukan dan membawa diri sendiri serta orang yang dipimpin ke arah yang lebih baik sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Oleh sebab itu, dalam mencapai suatu tujuan diperlukan suatu manajemen kepemimpinan yang baik.

Selain upaya yang dilakukan oleh diri sendiri, faktor eksternal juga berpengaruh signifikan dalam sukses tidaknya suatu rencana. Dukungan dari orang-orang terdekat seperti orangtua, keluarga besar, teman, sahabat, bimbingan guru sangat diperlukan dalam hal ini. Namun, dukungan finasial juga merupakan faktor yang cukup berpengaruh. Untuk itu, dengan mendaftar sebagai pengaju Beasiswa Bazma Pertamina ini, saya harap dapat membantu mempermudah saya menyelesaikan misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Saya berharap Beasiswa Bazma Pertamina ini mampu membantu saya dalam menyelesaikan masalah finansial.

Mengutip perkataan dari Bapak Anies Baswedan bahwa : “Kekayaan terbesar suatu bangsa adalah manusianya bukan sumber daya alamnya”.




Sekian, Terimakasih.